20 September 2006

balada kesendirian

mendung menggelayut
pada langit yang tak menyisakan biru
angin meliuk keras
gugurkan daun-daun kering

ketakutan menelusup
pada jiwa yang kerdil
tergegas langkah,
menjauh dari malam yang mengejar

semua menjadi gelap
meski lampu-lampu terang memenuhi jalan
semua terasa sepi
meski riuh menyapa alam
semua terlihat beda
hanya karena kesendirian

jakarta, 16 juli 2006
aku hanya berharap bisa menatap wajah penuh cinta tuk redam gelisahku
ibu, sepenuh rindu untukmu...

angin

angin, bawalah aku dalam kembara
hingga kan ringan langkahku
menapak tangga kehidupan

angin, belailah ringkih jiwaku
dengan hembusmu yang menentramkan
hingga tak ada lagi keluh yang tercetus di saat keruh

angin, terangilah aku dengan alunan sunyimu
hingga dalam gelap langit kan ku lihat sinar bintang nan gemintang

angin, temanilah aku melangkah
menjejak gontai luas semesta
mengucap syukur pada Yang Esa atas semua karunia

jakarta, 17 juli 2006
Rabbana, jadikan ku hamba yang selalu bersyukur atas nikmat yang Kau beri

selepas 2 salam isya

mengingat...
dari terbit fajar hingga isya menjelang

lisan yang jauh dari tutur lembut
senyum yang tak terulas di bibir
kecewa karena prasangka
benci karena merasa lebih mulia

tergugu...
dalam penyesalan yang selalu terlambat

sholat tanpa menghadirkan hati
tilawah yang tak seberapa
tahajud yang sering terlupa
apalah lagi puasa
Rabb, masihkah aku layak mengharap surgaMu?

bakti pada orang tua belum tertuai
sering lupa pada saudara
menimbun riya atas pujian yang bukan hak diri
menutup mata pada mereka yang meminta pertolongan
Rabb, bagaimana ku hadapi hari perhitunganMu kelak?

jakarta, 19 juli 2006

untukmu

hidup mungkin tak berpihak padamu
ketika putaran masa mempertemukan kita

apa yang kau dapat dariku?
pastilah bibir yang selalu mengerucut
tutur yang sering melukai hati
juga acuh dengan setiap kisahmu

tapi ternyata...
masa memberimu limpahan kesabaran
hingga canda tetap kau lontarkan
meski bibirku mengerucut,
tak tampak luka di wajahmu atas tuturku yang tak manis
tidak juga kau tuntut senyum dariku
bahkan aku selalu mendapat perhatianmu

maka teman, dengan apa aku harus membalas kebaikan hatimu itu?

jakarta, 23 juli 2006
untuk para sahabat yang tak pernah mengeluh atas semua keburukanku

dia

hari ini ku dengar suaranya
kemarin ku tatap wajahnya
berbulan lalu ku cium tangannya

kini aku tahu
kenapa surga Kau letakkan di bawah telapak kakinya

karena suaranya menenangkan
karena setiap tuturnya adalah nasihat bijaksana
karena mendengar ceritanya adalah bahagia
karena terpisah darinya menyebabkan rindu
karena doanya meringankan langkahku
karena cintanya membuatku mencintainya

jakarta, 28 juli 2006, dalam isak haru
Rabbana, kumpulkanlah aku dan dia di surgaMu yang di bawahnya mengalir sungai-sungai

seperti rembulan

seperti rembulan...
menempuh jarak, menghitung waktu
menelusur bumi dari langit barat hingga ujung timur
maka seperti itukah kisahmu?

terbit di langit barat tampak indah,
merajut harap
hingga purnama menyempurnakan pesona
merekat bayang mimpi dalam imaji tiada henti

hingga langit timur mengikis pesonamu
mengurai rajutan asa
dan mimpi pun terpatahkan

ketika waktu mengembalikan cinta
mendamai rasa...
pada gelita langit tanpa rembulan
tanpa kisahmu

tetapi perjalanan belum terhenti
langit barat menghadirkanmu kembali
mempesona, menawan jiwa,
tapi mengoyak cinta

maka aku memilih menjadi matahari
karena matahari dan rembulan tak saling menyapa
karena masing-masing punya cinta

kisahmu mungkin tak kan berhenti
tapi tak apa...

teruslah berkisah
karena langit tak indah tanpa hadirmu
karena matahari punya cintanya sendiri

jakarta, 9 agustus 2006

ketika jarak itu semakin dekat

langkahku semakin dekat
pada liang lahat di ujung sana
gemuruh dadaku semakin keras terdengar
sedang peluhku kian bercucuran

kugenggam erat Quran di tangan kanan
sedang tangan kiri melumat kertas putih
jawaban atas pertanyaan penjaga kubur
yang telah ku hafal di luar kepala
tapi tubuhku tetap gentar melangkah

akankah aku terhindar dari siksa kubur?
cukup lapangkah nantinya liang lahat itu untukku?
berapa lamakah aku akan berada dalam kegelapan itu nantinya?
dan peluhku semakin mengucur deras

jika aku berhasil melewati semuanya
akankah aku bisa menghela nafas lega?
bagaimana ketika aku dibangkitkankan lagi?
bagaimana akan ku hadapi hari pengadilan itu?

akankah aku bisa mencegah mataku bercerita tentang pengkhianatanku?
akankah aku bisa membungkam telingaku agar tak mengungkap kata-kata kotor yang sering ku dengar?
akankah bisa ku cegah kakiku bertutur tentang tempat-tempat maksiat yang ku kunjungi?
dan...
akankah aku bisa melangkah ke surga?

aku tergugu dalam getar yang menjalari tubuh
terjatuh...
dalam jurang ketakutan
dengan seribu sesal
akankah sisa perjalanan ini memberiku cukup waktu untuk menyiapkan bekal?

Rabbana...
ampuni tumpukan dosa-dosaku, karena aku tahu Engkau Maha Pengampun atas segala dosa
bantu aku untuk selalu mengingatMu, bersyukur atas semua nikmatMu, dan beribadah hanya kepadaMu, karena Engkau-lah pemilik segala rahmat itu
karuniakanlah kelembutan, kesabaran, ketegaran, kecerdasan hati dan kekayaan jiwa, karena aku tahu Engkau Maha Tahu atas apa yang kubutuhkan
izinkan aku untuk terus bertetap diri di jalanMu, karena aku tahu Engkau-lah Pemilik Segala Cinta
perkenankanlah aku dan orang-orang yang ku cintai karenaMu menempati surgaMu yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, karena aku tahu karuniaMu Maha Luas
Rabbana...
kabulkanlah permohonanku ini karena aku tahu hanya Engkau-lah Pemilik Segala. maka jika tidak kepadaMu, kepada siapa aku akan meminta?


jakarta, 10 agustus 2006
ketika bilangan usia bertambah

(kadang) aku membencimu

apa yang ku dapat darimu?
jika (kadang) sesal seringkali mendominasi
menemani malam-malamku
bersama butiran bening kaca

ketika ketakutan itu menghantui
beserta ribuan rindu yang tak lagi bisa terbendung
dalam selubung gelisah yang terus membelenggu

luluh sudah semua
mencipta satu rasa

jarak, (kadang) aku membencimu
karena memisahkanku dari mereka

jakarta, 4 september 2006
di saat semua terasa menyesakkan, biarlah... untuk sekali ini saja aku menyalahkanmu

ku tak bisa

ada yang menghalangiku tuk mendekat
mengenal dirimu...
satu sekat tipis yang tak mungkin bisa ku lalui

hingga aku hanya bisa melihatmu dari sini
tersenyum pada gelakmu di sana
bersedih pada dukamu yang kentara
juga menekuk muka pada acuhmu
atau sikap yang kadang menggores luka

maka aku akan tetap berdiri di sini
menatapmu dari kejauhan
dalam pusaran tanya...

karena kau seperti matahari
yang menyurutkan langkahku
dengan sinar terangmu

jakarta, 4 september 2006
teman, aku benar-benar tidak bisa memahamimu...

kenapa?

kenapa?
kenapa harus dengan air mata?
sedang kau paham semua

tentang mimpi di langit ke tujuh
tentang harap yang sebenarnya semu

kenapa?
kenapa tak kau lantakkan saja mereka?
biar melemah.
kemudian patah.
menjelma serakan keping

jakarta, 19 september 2006
tak selamanya, mimpi harus digantung tinggi-tinggi

19 September 2006

cemburu

tak ada yang salah
hanya sedikit kecewa
pada lambungan harap yang terlalu tinggi
pada rasa yang tak sengaja terjadi

tak ada yang salah
hanya terlalu ingin memiliki
dan tak ingin berbagi

tak ada yang salah
hanya saja...
aku tak ingin ini terjadi

jakarta, 17 september 2006

13 September 2006

sesuatu bernama rasa

datang...
ketika jalanan penuh dengan tapak kaki
ketika malam belum mengikat pekat

berdiam diri...
mengembara...
menjelajah pasrah
dalam alun gontai kaki
menyulam kaki

enggan pergi
meski langkah telah terhenti

enyah...
enyah saja engkau
bawa pergi mimpiku
dan kembalikan jiwaku

meranggas

satu demi satu layu
luruh meninggalkan tubuh yang kuyu
dalam terik mentari
tanpa hijau yang menaungi

angin...
membentuk gigil berkepanjangan
menyiksa...
tubuh yang makin renta

gemuruh sesal tanpa daya
akan sebuah jiwa
yang meranggas cintanya

12 September 2006

menembus batas

ikatan telah terjalin
erat...
dan kuat.

nyeri...
sepi...
dan sendiri
membuat semakin rekat mimpi

batas-batas itu sepertinya telah terlalui
hingga semua menjadi satu
mengubahku...
mempertanyakan rasa

hanya satu yang kutakutkan
ketika kau putuskan tuk usir sepi
dada ini terasa nyeri...

sejenak terhenti

apa yang membuatku berhenti?
tertambat dalam satu tempat asing
menatap sunyi,
mengikuti lintasan bayang

dekat,
dan mendekat
tapi tak pernah bisa tersentuh
seperti lukisan kaca yang utuh

indah...
dan semakin indah
membuatku ingin memilikinya

tapi ini bukan tempatku
seindah apapun itu tetap bukan untukku

langkah ini terasa berat
menyeret tubuh yang hatinya masih terikat
semakin berat...
ketika kembali menatapnya

tapi tak peduli seberapa berat langkah ini
seberapa patah jiwa ini
aku harus tetap melangkah
demi Dia yang Maha Indah

11 September 2006

lama sudah...

ku tatap malamku yang lengang
bergerak perlahan,
meninggalkanku dalam kegelapan

layu sudah cinta
karna tak ku jaga telaganya
hampa sudah jiwa
karna tak ku jaga samudranya

kurindukan malamku yang penuh cinta
dalam sesalan panjangku
dalam lautan harapku
dalam ribuan pintaku
hanya kepadaNya
Pemilik Segala