mendung menggelayut
pada langit yang tak menyisakan biru
angin meliuk keras
gugurkan daun-daun kering
ketakutan menelusup
pada jiwa yang kerdil
tergegas langkah,
menjauh dari malam yang mengejar
semua menjadi gelap
meski lampu-lampu terang memenuhi jalan
semua terasa sepi
meski riuh menyapa alam
semua terlihat beda
hanya karena kesendirian
jakarta, 16 juli 2006
aku hanya berharap bisa menatap wajah penuh cinta tuk redam gelisahku
ibu, sepenuh rindu untukmu...
20 September 2006
angin
angin, bawalah aku dalam kembara
hingga kan ringan langkahku
menapak tangga kehidupan
angin, belailah ringkih jiwaku
dengan hembusmu yang menentramkan
hingga tak ada lagi keluh yang tercetus di saat keruh
angin, terangilah aku dengan alunan sunyimu
hingga dalam gelap langit kan ku lihat sinar bintang nan gemintang
angin, temanilah aku melangkah
menjejak gontai luas semesta
mengucap syukur pada Yang Esa atas semua karunia
jakarta, 17 juli 2006
Rabbana, jadikan ku hamba yang selalu bersyukur atas nikmat yang Kau beri
hingga kan ringan langkahku
menapak tangga kehidupan
angin, belailah ringkih jiwaku
dengan hembusmu yang menentramkan
hingga tak ada lagi keluh yang tercetus di saat keruh
angin, terangilah aku dengan alunan sunyimu
hingga dalam gelap langit kan ku lihat sinar bintang nan gemintang
angin, temanilah aku melangkah
menjejak gontai luas semesta
mengucap syukur pada Yang Esa atas semua karunia
jakarta, 17 juli 2006
Rabbana, jadikan ku hamba yang selalu bersyukur atas nikmat yang Kau beri
selepas 2 salam isya
mengingat...
dari terbit fajar hingga isya menjelang
lisan yang jauh dari tutur lembut
senyum yang tak terulas di bibir
kecewa karena prasangka
benci karena merasa lebih mulia
tergugu...
dalam penyesalan yang selalu terlambat
sholat tanpa menghadirkan hati
tilawah yang tak seberapa
tahajud yang sering terlupa
apalah lagi puasa
Rabb, masihkah aku layak mengharap surgaMu?
bakti pada orang tua belum tertuai
sering lupa pada saudara
menimbun riya atas pujian yang bukan hak diri
menutup mata pada mereka yang meminta pertolongan
Rabb, bagaimana ku hadapi hari perhitunganMu kelak?
jakarta, 19 juli 2006
dari terbit fajar hingga isya menjelang
lisan yang jauh dari tutur lembut
senyum yang tak terulas di bibir
kecewa karena prasangka
benci karena merasa lebih mulia
tergugu...
dalam penyesalan yang selalu terlambat
sholat tanpa menghadirkan hati
tilawah yang tak seberapa
tahajud yang sering terlupa
apalah lagi puasa
Rabb, masihkah aku layak mengharap surgaMu?
bakti pada orang tua belum tertuai
sering lupa pada saudara
menimbun riya atas pujian yang bukan hak diri
menutup mata pada mereka yang meminta pertolongan
Rabb, bagaimana ku hadapi hari perhitunganMu kelak?
jakarta, 19 juli 2006
untukmu
hidup mungkin tak berpihak padamu
ketika putaran masa mempertemukan kita
apa yang kau dapat dariku?
pastilah bibir yang selalu mengerucut
tutur yang sering melukai hati
juga acuh dengan setiap kisahmu
tapi ternyata...
masa memberimu limpahan kesabaran
hingga canda tetap kau lontarkan
meski bibirku mengerucut,
tak tampak luka di wajahmu atas tuturku yang tak manis
tidak juga kau tuntut senyum dariku
bahkan aku selalu mendapat perhatianmu
maka teman, dengan apa aku harus membalas kebaikan hatimu itu?
jakarta, 23 juli 2006
untuk para sahabat yang tak pernah mengeluh atas semua keburukanku
ketika putaran masa mempertemukan kita
apa yang kau dapat dariku?
pastilah bibir yang selalu mengerucut
tutur yang sering melukai hati
juga acuh dengan setiap kisahmu
tapi ternyata...
masa memberimu limpahan kesabaran
hingga canda tetap kau lontarkan
meski bibirku mengerucut,
tak tampak luka di wajahmu atas tuturku yang tak manis
tidak juga kau tuntut senyum dariku
bahkan aku selalu mendapat perhatianmu
maka teman, dengan apa aku harus membalas kebaikan hatimu itu?
jakarta, 23 juli 2006
untuk para sahabat yang tak pernah mengeluh atas semua keburukanku
dia
hari ini ku dengar suaranya
kemarin ku tatap wajahnya
berbulan lalu ku cium tangannya
kini aku tahu
kenapa surga Kau letakkan di bawah telapak kakinya
karena suaranya menenangkan
karena setiap tuturnya adalah nasihat bijaksana
karena mendengar ceritanya adalah bahagia
karena terpisah darinya menyebabkan rindu
karena doanya meringankan langkahku
karena cintanya membuatku mencintainya
jakarta, 28 juli 2006, dalam isak haru
Rabbana, kumpulkanlah aku dan dia di surgaMu yang di bawahnya mengalir sungai-sungai
kemarin ku tatap wajahnya
berbulan lalu ku cium tangannya
kini aku tahu
kenapa surga Kau letakkan di bawah telapak kakinya
karena suaranya menenangkan
karena setiap tuturnya adalah nasihat bijaksana
karena mendengar ceritanya adalah bahagia
karena terpisah darinya menyebabkan rindu
karena doanya meringankan langkahku
karena cintanya membuatku mencintainya
jakarta, 28 juli 2006, dalam isak haru
Rabbana, kumpulkanlah aku dan dia di surgaMu yang di bawahnya mengalir sungai-sungai
seperti rembulan
seperti rembulan...
menempuh jarak, menghitung waktu
menelusur bumi dari langit barat hingga ujung timur
maka seperti itukah kisahmu?
terbit di langit barat tampak indah,
merajut harap
hingga purnama menyempurnakan pesona
merekat bayang mimpi dalam imaji tiada henti
hingga langit timur mengikis pesonamu
mengurai rajutan asa
dan mimpi pun terpatahkan
ketika waktu mengembalikan cinta
mendamai rasa...
pada gelita langit tanpa rembulan
tanpa kisahmu
tetapi perjalanan belum terhenti
langit barat menghadirkanmu kembali
mempesona, menawan jiwa,
tapi mengoyak cinta
maka aku memilih menjadi matahari
karena matahari dan rembulan tak saling menyapa
karena masing-masing punya cinta
kisahmu mungkin tak kan berhenti
tapi tak apa...
teruslah berkisah
karena langit tak indah tanpa hadirmu
karena matahari punya cintanya sendiri
jakarta, 9 agustus 2006
menempuh jarak, menghitung waktu
menelusur bumi dari langit barat hingga ujung timur
maka seperti itukah kisahmu?
terbit di langit barat tampak indah,
merajut harap
hingga purnama menyempurnakan pesona
merekat bayang mimpi dalam imaji tiada henti
hingga langit timur mengikis pesonamu
mengurai rajutan asa
dan mimpi pun terpatahkan
ketika waktu mengembalikan cinta
mendamai rasa...
pada gelita langit tanpa rembulan
tanpa kisahmu
tetapi perjalanan belum terhenti
langit barat menghadirkanmu kembali
mempesona, menawan jiwa,
tapi mengoyak cinta
maka aku memilih menjadi matahari
karena matahari dan rembulan tak saling menyapa
karena masing-masing punya cinta
kisahmu mungkin tak kan berhenti
tapi tak apa...
teruslah berkisah
karena langit tak indah tanpa hadirmu
karena matahari punya cintanya sendiri
jakarta, 9 agustus 2006
ketika jarak itu semakin dekat
langkahku semakin dekat
pada liang lahat di ujung sana
gemuruh dadaku semakin keras terdengar
sedang peluhku kian bercucuran
kugenggam erat Quran di tangan kanan
sedang tangan kiri melumat kertas putih
jawaban atas pertanyaan penjaga kubur
yang telah ku hafal di luar kepala
tapi tubuhku tetap gentar melangkah
akankah aku terhindar dari siksa kubur?
cukup lapangkah nantinya liang lahat itu untukku?
berapa lamakah aku akan berada dalam kegelapan itu nantinya?
dan peluhku semakin mengucur deras
jika aku berhasil melewati semuanya
akankah aku bisa menghela nafas lega?
bagaimana ketika aku dibangkitkankan lagi?
bagaimana akan ku hadapi hari pengadilan itu?
akankah aku bisa mencegah mataku bercerita tentang pengkhianatanku?
akankah aku bisa membungkam telingaku agar tak mengungkap kata-kata kotor yang sering ku dengar?
akankah bisa ku cegah kakiku bertutur tentang tempat-tempat maksiat yang ku kunjungi?
dan...
akankah aku bisa melangkah ke surga?
aku tergugu dalam getar yang menjalari tubuh
terjatuh...
dalam jurang ketakutan
dengan seribu sesal
akankah sisa perjalanan ini memberiku cukup waktu untuk menyiapkan bekal?
Rabbana...
ampuni tumpukan dosa-dosaku, karena aku tahu Engkau Maha Pengampun atas segala dosa
bantu aku untuk selalu mengingatMu, bersyukur atas semua nikmatMu, dan beribadah hanya kepadaMu, karena Engkau-lah pemilik segala rahmat itu
karuniakanlah kelembutan, kesabaran, ketegaran, kecerdasan hati dan kekayaan jiwa, karena aku tahu Engkau Maha Tahu atas apa yang kubutuhkan
izinkan aku untuk terus bertetap diri di jalanMu, karena aku tahu Engkau-lah Pemilik Segala Cinta
perkenankanlah aku dan orang-orang yang ku cintai karenaMu menempati surgaMu yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, karena aku tahu karuniaMu Maha Luas
Rabbana...
kabulkanlah permohonanku ini karena aku tahu hanya Engkau-lah Pemilik Segala. maka jika tidak kepadaMu, kepada siapa aku akan meminta?
jakarta, 10 agustus 2006
ketika bilangan usia bertambah
pada liang lahat di ujung sana
gemuruh dadaku semakin keras terdengar
sedang peluhku kian bercucuran
kugenggam erat Quran di tangan kanan
sedang tangan kiri melumat kertas putih
jawaban atas pertanyaan penjaga kubur
yang telah ku hafal di luar kepala
tapi tubuhku tetap gentar melangkah
akankah aku terhindar dari siksa kubur?
cukup lapangkah nantinya liang lahat itu untukku?
berapa lamakah aku akan berada dalam kegelapan itu nantinya?
dan peluhku semakin mengucur deras
jika aku berhasil melewati semuanya
akankah aku bisa menghela nafas lega?
bagaimana ketika aku dibangkitkankan lagi?
bagaimana akan ku hadapi hari pengadilan itu?
akankah aku bisa mencegah mataku bercerita tentang pengkhianatanku?
akankah aku bisa membungkam telingaku agar tak mengungkap kata-kata kotor yang sering ku dengar?
akankah bisa ku cegah kakiku bertutur tentang tempat-tempat maksiat yang ku kunjungi?
dan...
akankah aku bisa melangkah ke surga?
aku tergugu dalam getar yang menjalari tubuh
terjatuh...
dalam jurang ketakutan
dengan seribu sesal
akankah sisa perjalanan ini memberiku cukup waktu untuk menyiapkan bekal?
Rabbana...
ampuni tumpukan dosa-dosaku, karena aku tahu Engkau Maha Pengampun atas segala dosa
bantu aku untuk selalu mengingatMu, bersyukur atas semua nikmatMu, dan beribadah hanya kepadaMu, karena Engkau-lah pemilik segala rahmat itu
karuniakanlah kelembutan, kesabaran, ketegaran, kecerdasan hati dan kekayaan jiwa, karena aku tahu Engkau Maha Tahu atas apa yang kubutuhkan
izinkan aku untuk terus bertetap diri di jalanMu, karena aku tahu Engkau-lah Pemilik Segala Cinta
perkenankanlah aku dan orang-orang yang ku cintai karenaMu menempati surgaMu yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, karena aku tahu karuniaMu Maha Luas
Rabbana...
kabulkanlah permohonanku ini karena aku tahu hanya Engkau-lah Pemilik Segala. maka jika tidak kepadaMu, kepada siapa aku akan meminta?
jakarta, 10 agustus 2006
ketika bilangan usia bertambah
(kadang) aku membencimu
apa yang ku dapat darimu?
jika (kadang) sesal seringkali mendominasi
menemani malam-malamku
bersama butiran bening kaca
ketika ketakutan itu menghantui
beserta ribuan rindu yang tak lagi bisa terbendung
dalam selubung gelisah yang terus membelenggu
luluh sudah semua
mencipta satu rasa
jarak, (kadang) aku membencimu
karena memisahkanku dari mereka
jakarta, 4 september 2006
di saat semua terasa menyesakkan, biarlah... untuk sekali ini saja aku menyalahkanmu
jika (kadang) sesal seringkali mendominasi
menemani malam-malamku
bersama butiran bening kaca
ketika ketakutan itu menghantui
beserta ribuan rindu yang tak lagi bisa terbendung
dalam selubung gelisah yang terus membelenggu
luluh sudah semua
mencipta satu rasa
jarak, (kadang) aku membencimu
karena memisahkanku dari mereka
jakarta, 4 september 2006
di saat semua terasa menyesakkan, biarlah... untuk sekali ini saja aku menyalahkanmu
ku tak bisa
ada yang menghalangiku tuk mendekat
mengenal dirimu...
satu sekat tipis yang tak mungkin bisa ku lalui
hingga aku hanya bisa melihatmu dari sini
tersenyum pada gelakmu di sana
bersedih pada dukamu yang kentara
juga menekuk muka pada acuhmu
atau sikap yang kadang menggores luka
maka aku akan tetap berdiri di sini
menatapmu dari kejauhan
dalam pusaran tanya...
karena kau seperti matahari
yang menyurutkan langkahku
dengan sinar terangmu
jakarta, 4 september 2006
teman, aku benar-benar tidak bisa memahamimu...
mengenal dirimu...
satu sekat tipis yang tak mungkin bisa ku lalui
hingga aku hanya bisa melihatmu dari sini
tersenyum pada gelakmu di sana
bersedih pada dukamu yang kentara
juga menekuk muka pada acuhmu
atau sikap yang kadang menggores luka
maka aku akan tetap berdiri di sini
menatapmu dari kejauhan
dalam pusaran tanya...
karena kau seperti matahari
yang menyurutkan langkahku
dengan sinar terangmu
jakarta, 4 september 2006
teman, aku benar-benar tidak bisa memahamimu...
kenapa?
kenapa?
kenapa harus dengan air mata?
sedang kau paham semua
tentang mimpi di langit ke tujuh
tentang harap yang sebenarnya semu
kenapa?
kenapa tak kau lantakkan saja mereka?
biar melemah.
kemudian patah.
menjelma serakan keping
jakarta, 19 september 2006
tak selamanya, mimpi harus digantung tinggi-tinggi
kenapa harus dengan air mata?
sedang kau paham semua
tentang mimpi di langit ke tujuh
tentang harap yang sebenarnya semu
kenapa?
kenapa tak kau lantakkan saja mereka?
biar melemah.
kemudian patah.
menjelma serakan keping
jakarta, 19 september 2006
tak selamanya, mimpi harus digantung tinggi-tinggi
19 September 2006
cemburu
tak ada yang salah
hanya sedikit kecewa
pada lambungan harap yang terlalu tinggi
pada rasa yang tak sengaja terjadi
tak ada yang salah
hanya terlalu ingin memiliki
dan tak ingin berbagi
tak ada yang salah
hanya saja...
aku tak ingin ini terjadi
jakarta, 17 september 2006
hanya sedikit kecewa
pada lambungan harap yang terlalu tinggi
pada rasa yang tak sengaja terjadi
tak ada yang salah
hanya terlalu ingin memiliki
dan tak ingin berbagi
tak ada yang salah
hanya saja...
aku tak ingin ini terjadi
jakarta, 17 september 2006
13 September 2006
sesuatu bernama rasa
datang...
ketika jalanan penuh dengan tapak kaki
ketika malam belum mengikat pekat
berdiam diri...
mengembara...
menjelajah pasrah
dalam alun gontai kaki
menyulam kaki
enggan pergi
meski langkah telah terhenti
enyah...
enyah saja engkau
bawa pergi mimpiku
dan kembalikan jiwaku
ketika jalanan penuh dengan tapak kaki
ketika malam belum mengikat pekat
berdiam diri...
mengembara...
menjelajah pasrah
dalam alun gontai kaki
menyulam kaki
enggan pergi
meski langkah telah terhenti
enyah...
enyah saja engkau
bawa pergi mimpiku
dan kembalikan jiwaku
meranggas
satu demi satu layu
luruh meninggalkan tubuh yang kuyu
dalam terik mentari
tanpa hijau yang menaungi
angin...
membentuk gigil berkepanjangan
menyiksa...
tubuh yang makin renta
gemuruh sesal tanpa daya
akan sebuah jiwa
yang meranggas cintanya
luruh meninggalkan tubuh yang kuyu
dalam terik mentari
tanpa hijau yang menaungi
angin...
membentuk gigil berkepanjangan
menyiksa...
tubuh yang makin renta
gemuruh sesal tanpa daya
akan sebuah jiwa
yang meranggas cintanya
12 September 2006
menembus batas
ikatan telah terjalin
erat...
dan kuat.
nyeri...
sepi...
dan sendiri
membuat semakin rekat mimpi
batas-batas itu sepertinya telah terlalui
hingga semua menjadi satu
mengubahku...
mempertanyakan rasa
hanya satu yang kutakutkan
ketika kau putuskan tuk usir sepi
dada ini terasa nyeri...
erat...
dan kuat.
nyeri...
sepi...
dan sendiri
membuat semakin rekat mimpi
batas-batas itu sepertinya telah terlalui
hingga semua menjadi satu
mengubahku...
mempertanyakan rasa
hanya satu yang kutakutkan
ketika kau putuskan tuk usir sepi
dada ini terasa nyeri...
sejenak terhenti
apa yang membuatku berhenti?
tertambat dalam satu tempat asing
menatap sunyi,
mengikuti lintasan bayang
dekat,
dan mendekat
tapi tak pernah bisa tersentuh
seperti lukisan kaca yang utuh
indah...
dan semakin indah
membuatku ingin memilikinya
tapi ini bukan tempatku
seindah apapun itu tetap bukan untukku
langkah ini terasa berat
menyeret tubuh yang hatinya masih terikat
semakin berat...
ketika kembali menatapnya
tapi tak peduli seberapa berat langkah ini
seberapa patah jiwa ini
aku harus tetap melangkah
demi Dia yang Maha Indah
tertambat dalam satu tempat asing
menatap sunyi,
mengikuti lintasan bayang
dekat,
dan mendekat
tapi tak pernah bisa tersentuh
seperti lukisan kaca yang utuh
indah...
dan semakin indah
membuatku ingin memilikinya
tapi ini bukan tempatku
seindah apapun itu tetap bukan untukku
langkah ini terasa berat
menyeret tubuh yang hatinya masih terikat
semakin berat...
ketika kembali menatapnya
tapi tak peduli seberapa berat langkah ini
seberapa patah jiwa ini
aku harus tetap melangkah
demi Dia yang Maha Indah
11 September 2006
lama sudah...
ku tatap malamku yang lengang
bergerak perlahan,
meninggalkanku dalam kegelapan
layu sudah cinta
karna tak ku jaga telaganya
hampa sudah jiwa
karna tak ku jaga samudranya
kurindukan malamku yang penuh cinta
dalam sesalan panjangku
dalam lautan harapku
dalam ribuan pintaku
hanya kepadaNya
Pemilik Segala
bergerak perlahan,
meninggalkanku dalam kegelapan
layu sudah cinta
karna tak ku jaga telaganya
hampa sudah jiwa
karna tak ku jaga samudranya
kurindukan malamku yang penuh cinta
dalam sesalan panjangku
dalam lautan harapku
dalam ribuan pintaku
hanya kepadaNya
Pemilik Segala
Subscribe to:
Posts (Atom)